Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholihah. Muslimah mana yang tidak mendambakan gelar wanita sholihah ini. Seluruh muslimah ingin bergelar wanita sholihah. Gelar ini haruslah diperjuangkan. Dan cara memperjuangkannya sudah dicontohkan oleh para wanita terdahulu yang Allah abadikan kisah-kisahnya dalam al-Qur’an. Allah menggambarkan bagaimana seharusnya wanita sholihah itu bersikap.
Yang pertama, seorang muslimah hendaknya memiliki sifat malu sebagaimana malunya dua perempuan dari negeri Madyan yang hendak mengambil air untuk ternaknya. Mereka adalah putri dari Nabi Syua’ib ‘alaihissalam. Kisah dua wanita yang menjaga rasa malunya ini Allah abadikan dalam al-Qur’an surat al-Qasas ayat 25.
Rasa malu menjaga dua putri Nabi Syua’ib untuk tidak bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Beginilah seharusnya seorang muslimah bersikap. Rasa malu menghiasi hari-harinya sehingga tetap terjaga kesuciannya dan terhindar dari fitnah dengan lawan jenis. Mereka tetap menjaga kesucian mereka hingga datang seorang lelaki sholeh meminangnya.
Hal kedua, hendaklah seorang muslimah mencotoh ibadah Sayyidah Maryam, ibunda Nabi Isa ‘alaihissalam. Maryam mengabdikan diri sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah sebagaimana nazar ibundanya. Sang ibu bernazar jika kelak ia dikaruniai seorang putra maka ia ingin menyerahkan anaknya untuk menjadi seorang ahli ibadah. Sayangnya Allah mengaruniai istri ‘Imron seorang putri. Namun, istri ‘Imron tidak berkecil hati, ia memberi nama putrinya Maryam dan mengikhlaskan putrinya untuk menjadi seorang ahli ibadah. Allah mengabadikan wanita ahli ibadah ini dalam al-Qur’an dengan namanya, yaitu surat Maryam.
Yang ketiga, hendaklah seorang muslimah memiliki kesabaran layaknya kesabaran Asiyah istri Fir’aun. Siapa tidak kenal dengan Fir’aun, penguasa zalim yang menganggap dirinya Tuhan. Kisah Asiyah bintu Muzahim disebutkan dalam surat at-Tahrim ayat 11. Asiyah berdoa kepada Allah meminta dibuatkan rumah di surge dan diselamatkan dari kezaliman Fir’aun dan kaumnya. Istri Fir’aun beriman kepada Allah dan tidak mau mengakui Fir’aun sebagai Tuhan. Ia meminta kepada Allah diselamatkan dari kezaliman dan kejahatan Fir’aun. Ia bersabar meski disiksa dan dizalimi oleh suaminya yang zalim.
Keempat, janganlah seorang muslimah meniru istri Nabi Luth dan Nabi Nuh. Dua wanita ini adalah istri utusan Allah. Namun mereka berkhianat dan mengingkari Allah. Allah mengadzab mereka dan menjadikan mereka sebagai ahli neraka. Wal’iyadzu billah.
Kelima, seorang muslimah hendaknya meniru kepandaian dan ketegasan wanita negeri Saba’. Ia adalah Bilqis seorang wanita pemimpin negeri Saba’. Kepandaiannya terbukti manakala ia mendapati singgasananya berada di kerajaan Nabi Sulaiman, meskipun Nabi Sulaiman telah mengubah hiasan yang ada di singgasananya.
Demikianlah beberapa hal yang dapat menjadikan seorang muslimah menjadi wanita Qur’ani.
Materi ini sebagaimana disampaikan Syeikh Muammar saat kajian bersama mahasiswi STIQ Putri
]]>