Tersebutlah seorang pemuda gagah lagi tangguh dengan ketangkasan luar biasa. Pandai berkuda lagi memanah. Ksatria penyayang sang penghafal Qur’an. Sosialita muda yang mahir berbicara aneka ragam bahasa. Arab, Persia, Latin, Yunani dan juga Italia. Pemuda pemberani yang adil dalam memutuskan perkara. Mahir agama juga sastra. Zuhud lagi wara’ terhadap dunia. Rajin ibadah dan dekat pada ‘ulama. Sejak baligh sholat wajib berjamaah, tahajud juga rowatib tidak pernah alpa. Pemuda itu.. Muhammad namanya.
Nama lengkapnya Muhammad bin Murad bin Muhammad bin Ba Yazid, lahir di Adronah pada tahun 833 Hijriyah. Beliau lebih dikenal dengan sebutan al-Fatih yang berarti Sang Penakluk. Julukan ini ia dapatkan atas usahanya menaklukan konstatinopel. Sang Ayah, Sultan Muhammad I, sangat memperhatikan pendidikan anak pemberaninya. Ayahnya menitipkan Muhammad al-fatih kepada dua ulama besar dizamannya, Syaikh al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsudin. Hasil didikan ayahnya dan dua kibaaril ulamaa itu Al-Fatih mampu mengkhatamkan Qur’an di usianya yang baru 8 tahun. Dan di usianya yang ke 13, ia diangkat menjadi Sultan.
Dari ayahnyalah ia belajar menunggang kuda, memanah, dan memukul dengan pedang. Ayahnya juga selalu mengikutsertakannya dalam setiap peperangan yang dia ikuti. Perang Qushuh, itulah perang pertama yang Muhammad ikuti.
Pada tahun 854 H, al-Fatih menikah dengan puteri dari Sulaiman Beik, penguasa Dzi al-Qadr. Di usianya yang ke 22, ia dibai’at menjadi khalifah setelah ayahnya wafat. Menaklukan konstatinopel adalah mimpinya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kala beliau dan para sahabat menggali parit untuk perang. “Konstatinopel akan ditaklukkan oleh tentara Islam. Rajanya adalah sebaik-baik komandan dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.”
Sejak kecil, Sultan Muhammad selalu mengamati upaya-upaya ayahnya untuk menaklukan Konstatinopel. Usaha-usaha yang pernah dilakukan para pendahulu untuk menaklukkan Konstatinopel ia pelajari dengan teliti. Hingga timbullah keinginan kuat dalam dirinya untuk meneruskan cita-cita mulia. Ketika beliau naik tahta menggantikan ayahnya, ia mulai menyusun strategi untuk menaklukkan konstatinopel. Ia sangat yakin bahwa dirinyalah yang akan menaklukkan konstatinopel.
Di tahun 857 H, Muhammad menyiapkan pasukan yang sangat besar untuk mengepung dan menaklukkan konstatinopel. Pasukan terbaik di zamannya ia kumpulkan. Sekitar 250.000 parjurit tangguh berkumpul lii’lai kalimatillah. Kabarnya pasukan ini tidak pernah meninggalkan sholat wajiba berjamaah sejak baligh. Bahkan separuhnya tidak pernah meninggalkan sholat tahajud.
Langkah pertama yang ia mulai adalah membangun benteng Rumeli Hisari. Benteng ini dibangun diluar wilayah kekuasaan Sultan Muhammad I yang tidak lain adalah ayahnya. Rumeli Hisari dibangun hanya dalam waktu 4 bulan, lebih cepat dan lebih besar dari benteng buatan ayahnya. Benteng ini terdiri dari 3 lapis dan susah ditembus. Benteng buatannya dan buatan ayahnya berseberangan. Kedua benteng itu membentuk sebuah gerbang yang mengapit Selat Horus dan menjadi modal kekuatan al-Fatih dan pasukan. Meskipun masih sulit untuk mengalahkan Wall of Constatinopel yang tetap berdiri kokoh selama 1123 tahun.
Al-Fatih tidak gentar, ia yakin bahwa sabda Rasulullah pasti terjadi dan konstatinopel akan ditaklukkan. Dua ratus lima puluh ribu pasukan darat berangkat menuju Wall of Constantinople, diiringi dengan 400 kapal di laut Sea Marmara, dan beberapa kapal di Golden Horn. Ummat Islam sudah haqqul yaqin kemenangan akan mereka peroleh. Namun, qodarullah wa maa syaa’a fa’al, usaha mereka gagal. Maklum, kapal musuh 10 kali lebih besar dari kapal pasukan al-Fatih. Ditambah lagi kokohnya Wall of Constatinople yang sulit ditembus. Juga senjata Balistic Canon yang digunakan ummat Islam re-loadnya lama, sekitar 3 jam. Walhasil tembok yang dibombardir oleh senjata tersebut berhasil ditambal oleh tentara musuh selama re–load. Banyak tentara al-Fatih yang berguguran. Wall of Constatinople juga tak kunjung rubuh. Semangat ummat Islam pun mulai meredup.
Perdebatan pun terjadi, akankah penggempuran ini dilanjutkan? Seorang Muallaf berkata “Kita datang jauh-jauh ke sini untuk berperang dan menang. Bukan untuk pulang dan kalah! Maka dari itu teruslah berjuang! Menangkan agama Allah atau wafat sebagai syahid!” Kata-kata Muallaf ini berhasil membakar semangat pasukan kembali. Penggempuran Konstatinopel pun dilanjutkan. Experience is the best teacher, Sultan Muhammad al-Fatih memutar otak mencoba mencari strategi baru untuk menembus pertahanan Konstatinopel.
Binashrillah akhirnya Konstatinopel pun berhasil ditaklukkan di tahun 857 H. Setelah berhasil menaklukkan kota Konstatinopel, Al-Fatih memasukki gereja Aya Shofiya dan mengubahnya menjadi masjid. Nama Konstatinopel pun diganti menjadi Islam Bul yang artinya kota Islam. Yang kemudian nama ini diubah menjadi Istanbul oleh Musthafa Kemal Atatturk. Sultan Muhammad al-Fatih menutup usianya pada tahun 885 H, di usia 49 tahun dalam perjalanan menuju Romea.
Dialah Muhammad, sebaik-baik komandan di dunia atas keberhasilannya menaklukkan Konstatinopel.
Wallahu a’lam bishowab
Sumber :
- Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah
- Felix Siaw, Muhammad al-Fatih