‘Ali bin Abi Thalib berkata bahwa ilmu lebih afdhal dari harta. Sebab ia warisan Rasul dan ‘Anbiya. Sementara emas-perak-permata, dilungsurkan oleh Fir’aun dan raja-raja. Ilmu lebih utama dibanding harta, sebab ilmu menjaga pemiliknya, sementara pemilik harta bersusah payah menjaga kekayaannya. Ilmu lebih hebat daripada harta. Jika ilmu menguasai harta, jadi mulialah keduanya. Jika harta menguasai ilmu, terhinalah keduanya.
Ilmu lebih agung dibanding harta, sebab kekayaan akan berkurang jika dibelanjakan. Sementara pengetahuan bertambah jika dibagi-bagi. Ilmu lebih setia daripada harta. Ilmu menyertai pemiliknya menuju kematian dan kebangkitan. Tetapi harta tak mau serta dan tetap di dunia. Pemilik ilmu terhormat dan dibutuhkan semua insan, dari jelata hingga para raja. Harta hanya berguna di hadapan hajat fakir, miskin, dan dhu’afa.
Bagi pemilik harta, alangkah banyak musuh yang jahat dan kawan tak tulus. Sementara pemilik ilmu, akan banyak saudara dan sedikit lawannya. Pemilik harta hanya digelari yang baik-baik jika membagi kekayaannya. Pemilik ilmu, digelari yang baik-baik sejak berburu pengetahuan. Tamak terhadap ilmu, membuat mulia di depan guru, kawan, dan lawan. Tamak terhadap harta, menjijikan di mata orang miskin maupun kaya.
Di akhirat kelak, pemilik harta akan rumit urusan sebab berbelitnya hisab, sementara pemilik ilmu akan mendapat kemudahan dan syafa’at. Keagungan pemilik harta ada pada kekayaan yang terletak di luar dirinya. Kemuliaan pemilik ilmu ada pada pengetahuan yang menyatu. Musuh Musa yang berharta : Fir’aun, jatuh karena sombong mengaku tuhan. Kawan Musa yang berilmu : Khidir, rendah hati menghayati kehambaan.
Semua ibadah dan ketaatan kepada Allah, dilakukan dengan ilmu. Tetapi umumnya kemaksiatan yang ditujukan untuk memperoleh ilmu. Bertabur banyaknya kedurhakaan yang ditujukan untuk memperoleh ilmu. Bertabur banyaknya kedurhakaan yang ditujukan untuk mendapat harta. Harta membawa kesedihan sebelum mendapatkannya, memberi ketakutan setelah memperolehnya. Ilmu itu kegembiraan dan keamana, kapan pun.
Mencintai ilmu, baik punya maupun tidak adalah mata air kebajikan. Mencintai harta, baik memilikinya ataupun papa adalah sumber keburukan. Adam diciptakan, lalu dibekali ilmu-bukan harta-yang membuatnya unggul di hadapan para malaikat (Al-Baqarah:31-34). Rabb kita menurunkan wahyu pertama terkait ilmu (Al-‘Alaq:1-5). Allah memerintahkan Dia tauhidkan dengan ilmu (Muhammad:19) bukan dengan harta.
Rasulullah bersabda : “Terbagi hamba-hamba Allah itu menjadi empat golongan. Golongan pertama, dikarunia Allah ilmu dan harta. Maka dia bertakwa kepada Allah dan menafkahkan hartanya di jalan Allah. Golongan kedua, diberi Allah ilmu, namun tak dilimpahi harta. Maka dia bertaqwa kepada-Nya dan selalu berkata pada dirinya, ‘Andai dikarunia seperti hamba pertama, aku akan berbuat sebagaiman yang dia lakukan.’ Sesungguhnya pahala kedua orang ini SAMA. Hamba ketiga, diberi harta tanpa beroleh ilmu. Maka dia tak bertaqwa kepada-Nya, berbuat sia-sia dan dosa. Hamba keempat, tak berharta dan tak berilmu, maka dia tak bertaqwa dan selalu berkata pada dirinya, ‘Andai aku diberi harta seperti hamba ketiga, aku juga akan melakukan hal sia dan kemaksiatan seperti di.’ Dosa kedua orang ini SAMA.”
Kesimpulannya : Harta hanya bisa mulia dan membawa ke surga jika dibersamai ilmu. Ilmu tak harus disertai harta untuk itu. Orang berharta dan berilmu yang berinfaq, pahalanya SAMA dengan orang berilmu yang baru bercita untuk itu; pun sebaliknya.
Wallahu a’lam
]]>