Kaum Muslimin terus-menerus ditekankan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Dalam berbagai bidang, mereka dituntut selalu berada di garis depan memprakarsai dan mempelopori kebaikan itu. Kenapa harus demikian? Sebab, kebaikan yang dilakukan oleh orang yang beriman pada Alloh jualah yang berhak memperoleh pahala. Adapun orang-orang yang keningnya tak pernah bersujud pada Alloh, kebaikan yang mereka lakukan bagaikan debu yang berterbangan. Di akhirat tak akan membuahkan hasil.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Segala sesuatu yang ditanam oleh kaum Muslimin berupa amal kebaikan asalkan diniati dengan tulus ikhlas pasti akan berbuah. Untuk mewujudkan hal itu, ada beberapa pintu-pintu kebaikan yang menjanjikan keuntungan pahala tiada henti. Ini adalah kesempatan investasi yang sangat luar biasa. Kita sebagai umat Nabi Muhamma saw berpeluang menggondol pundi-pundi pahala itu sebanyak-banyaknya.
Dalam salah satu bukunya yang berjudul Keluar dari Kemelut Hidup, Ustadz Yusuf Mansur memaparkan “5 Pengundang Kebaikan yang Tidak Terputus”. Ustadz muda ini berusaha mengajak kita memaksimalkan peluang besar yang ada untuk berpahala tiada henti. Ia mengurai 5 hal itu di bab 18 bukunya, dengan menyebut contoh-contoh sederhana. Kita akan mengurai 5 pengundang kebaikan itu satu persatu beserta contoh-contoh sederhana.
Pertama: Mengajarkan Kebaikan
”Apabila kita mau mengajarkan seseorang kebaikan, lalu dia memahami dan melakukannya, maka kita pun dianggap memiliki kebaikan yang tidak terputus.” demikian tulis ustadz Yusuf. Setiap orang yang kita ajarkan kebaikan apalagi sampai mengajarkannya kepada orang lain dan orang itu tertarik juga, sungguh kita pun akan terus mendapatkan kebaikan lagi. ”Maka ini juga disebut kebaikan berganda, bahkan kebaikan yang mengalir”
Ustadz Pemimpin Wisata Hati ini memberi beberapa contoh di antaranya:
- Kita mengajarkan seoraang pekerja bahwa bekerja itu ibadah, atau mengajarkan bahwa belajar itu ibadah, lalu dia membawa muatan ibadah dalam bekerja dan belajarnya. Sepanjang ibadahnya, kita akan memperoleh kebaikan.
- Mengajarkan orang belajar mengaji, setiap huruf-huruf Al-Qur’an yang dibaca setiap dia mengaji, pahalanya mengalir untuk kita.
- Misalkan yang bekerja di kantor mengajarkan staf tentang beberapa hal penting untuk menunjang kerja mereka, dan itu diniatkan ibadah, mengalirlah pahala untuknya.
Kedua: Mengajak Kepada Kebaikan
Ustadz Yusuf menerangkan, “Apabila kita mengajak seseorang melakukan kebaikan, maka kita mendapatkan kebaikan orang yang kita ajak. Kalau orang yang kita ajak ini mengajak lagi yang lainnya, lagi-lagi kita mendapat kebaikan.”
- Ada lowongan pekerjaan, kita mengajak seorang kawan ikut menjajal lowongan itu. Ia pun berhasil, tetapi kita tidak. Jangan berkecil hati, karena kita memperoleh pahala atas ajakan kita.
- Ada seorang ulama yang bersih dari syirik dan khurafat, kita lalu mengajak sahabat kita mengaji kesana, dan dia mendapat hidayah lewat ulama tersebut, maka kita mendapat kebaikan.
- Kita mengajak rekan-rekan untuk menabung di bank syariah yang bebas dari riba. Jika mereka tertarik, kita pun tetap kebagian pahala.
Ketiga: Mencontoh Kebaikan
- Seorang pimpinan kantor mencontohkan disiplin kepada bawahan kemudian diikuti oleh mereka, ini jadi kebaikan tambahan baginya
- Seorang ayah mencontohkan shalat dan mengaji secara rutin pada anak-anaknya
- Seorang pejabat rajin datang ke masjid agar menjadi teladan bagi masyarakatnya, ternyata berhasil, niscaya kebaikannya akan berlipat.
Keempat: Menyediakan Jalan-Jalan Kebaikan
- Kita mendirikan madrasah demi kemajuan umat
- Kita membangun sarana ibadah atau ikut serta dalam pembangunannya
- Kita mendirikan majelis-majelis ilmu atau memprakarsainya
- Kita membangun pusat rehabilitasi narkoba
Semua contoh-contoh sederhana di atas merupakan jalan-jalan kebaikan bagi masyarakat banyak. Tentu pahalanya tak terputus.
Kelima: Mencegah keburukan
Menurut Ustadz dan juga penulis ini, perbuatan yang bernilai kebaikan itu bukan saja seperti contoh-contoh di atas, tetapi kebaikan termasuk juga dengan mencegah terjadinya keburukan. Pemahamaan Ustadz Yusuf ini senafas dengan spirit Islam. Dalam kaidah fiqh ada istilah Ad-dhararu Yuzalu (keburukan itu dihilangkan) atau istilah Ad-Dhararu Tudfa’u bi Qadril Imkan (keburukan itu diminimalisir seoptimal mungkin)
Lima pengundang kebaikan yang dituturkan Ustadz Yusuf Mansur di atas merupakan jalan-jalan yang luas terbentang di hadapan kita. Mengingat kebaikan itu bukan untuk dirasakan atau dinikmati sendiri, melainkan harus pula diteguk oleh orang lain. Umat Islamlah yang dituntut untuk menjadi pelita kebaikan itu. Menjadi pembuka sekaligus penunjuk jalan. Mengingat pula janji pahala yang tiada henti bagi pelopor kebaikan. Lalu apa lagi yang ditunggu oleh umat ini. Padahal Rasul saw jauh-jauh hari sudah menegaskan:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak akan berkurang dari pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesataan, atasnya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengekornya, tidak berkurang bosa-dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim, At-Tirmizi, dan Ibnu Majah)
Kurang lebih 5 poin yang ditawarkan Ustadz Yusuf Mansur di atas sudah cukup menjadi alternatif terbaik bagi yang tidak ingin kering pahala. Berkat itu semua, insya Alloh sudah bisa menjadi amal jariyah selama kebaikan yang kita prakarsai menginspirasi banyak orang.
Kebaikan-kebaikan itu sangat umum dan variatif. Jalan-jalannya sangat banyak. Potensi-potensi yang kita miliki sangat besar. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menanam pohon-pohon kebaikan yang pahalanya terus mengalir, tidak berhenti, dan tidak terputus. Bukan saja saat nyawa masih di kandung badan, tetapi langgeng selepas kematian.
*Disarikan dari buku Keluar dari Kemelut Hidup, karya Ustazd Yusuf Mansur hal. 242-256.
Ditulis oleh Habib Ziadi, Alumni Ma’had ‘Aly Isy Karima angkatan 2006
]]>