Hidup ini tak selamanya putih, tak selamanya hitam , tak selamanya manis, lurus dan mulus. Ada berbagai ranjau kehidupan yang menjadikan kehidupan ini terasa pahit dan terjal untuk kita jalani. Ranjau kehidupan bagi orang yang berjiwa juang tinggi dengan menjadikan ranjau kehidupan sebagai tantangan hidup dapat menjadikan otak mereka terasah dan pelajaran serta hikmah yang bisa diambil, dikarenakan adanya tantangan yang harus ditahlukkan. Namun sebaliknya ranjau kehidupan dapat membinasakan seseorang jikalau dia tak dapat melewati ranjau kehidupan itu dengan cara yang sesuai dengan apa yang telah Allah dan RosulNya tetapkan. Maka, yang perlu kita lakukan adalah berwaspada dari ranjau-ranjau kehidupan serta berjuang untuk dapat keluar dari jebakannya dengan selamat.
Khususnya bagi para tholabul ilmi harus benar-benar mengenal berbagai ranjau kehidupan ini, agar kelak tidak tertipu dan terjatuh ke dalamnya. Sehingga mereka dapat menjadi generasi-generasi yang kelak akan menjayakan Islam dimuka bumi ini.
Lima ranjau kehidupan yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah gambarkan dalam hadits berikut :
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Perhatikan lima perkara sebelum datangnya lima perkara (yang lain). Masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum kemiskinanmu, masa luangmu sebelum banyaknya kesibukanmu, dan masa hidupmu sebelum tiba kematianmu. (H.R Al-Hakim)
- Masa Muda
Masa muda masa dimana seseorang dapat memilih hidup mereka, dapat mengekspresikan apa yang diinginkan, masa pencarian jati diri seseorang, masa dimana manusia dapat melakukan apa yang mereka mau, masa dimana penuh dengan harapan, cita-cita dan idealism. Dan masa the golden opportunitly masa emas bagi siapa saja yang memanfaatkannya. Karena itulah kita harus berwaspada dengan masa muda, jangan sampai kita habiskan masa ini dengan sia-sia yang akhirnya menghasilkan tangisan setelah kehidupan dunia ini. Nau’dzubillah min dzalik.
- Kesehatan
Ketika sehat apapun dapat kita lakukan, kemanapun dapat kita jelajahi, namun sedikit yang menyadari jika kesehatan adalah anugrah termahal dariNya. Ketika nafas dapat bernafas baik, jantung berdetak teratus, kaki tangan dapat bergerak bebas, mata masih dapat terpejam menikmati lelapnya alam mimpi, lidah masih dapat meresakan nikmatnya semua rasa, disaat seperti itu banyak manusi merasa paling hebat, paling sehat seakan mereka terlupa ada kalanya masa dimana semua kenikmatan itu tiba-tiba dicabut Allah darinya. Cara mengatasi dan mewaspadainya hendaknya kita menyadari betapa berharganya kesehatan dan kita syukuri dengan menjalankan perintah Allah semaksiamal yang kita bisa dan menjauhi larangan Allah seutuhnya.
- Kekayaan
Kekayaan merupakan kenikmatan yang harus disyukuri namun juga dapat menjadi ujian yang harus di waspadai, banyak manusia yang sering terlena dengan kekayaan yang Allah berikan kepada mereka, darinya tumbuh sifat sombong, riya’ kikir, kemalasan dan penyakit hati yang lain yang bahkan melupakan bahwa kekayaan yang dipunya semua hanya titipan dari Allah. Hidup ini penuh dengan ujian, salah satu ujian kehidupan adalah harta kekayaan, jika kita ingin sukses dari ujian itu, mestinya kita harus bisa membelanjakan harta kita sesuai pos-pos yang Allah tetapkan. Kalau tidak kita pasti terjebak ranjau kehidupan[1]
- Waktu Luang
Dengan waktu yang Allah berikan kita bisa melakukan apapun dan dapat menikmati kehidupan, karena waktu kita dapat menggapai kemenangan dan karena waktu pula kita dapat jatuh dalam hal kesia-siaan. Waktu adalah bagian dari kehidupan mereka, jika telah terlewat sehari saja darinya telah lenyap dan berlalu apa yang telah kita kerjakan sehingga tak akan dapat kembali. Bagi yang mengerti akan pentingnya waktu ia tidak akan membiarkan satu detik terlewati tanpa hal yang bermanfaat untuk akhirat dan dunianya.
Ibnu Mas’ud berkata “ Aku tidak pernah menyesali sesuatu lebih dari penyesalanku terhadap hari ketika matahari telah tenggelam, yang berarti berkuranglah umurku sementara amalku tidak bertambah”(Syarh As-Sunnah lil Al-Baghawi)
- Umur (Kehidupan)
Kehidupan yang Allah berikan kepada kita adalah anugrah yang tak ternilai, namun sayang banyak yang tidak mengsyukuri hidup mereka. Sedangkan mereka semua tahu bahwa yang hidup semua akan mati suatu saat nanti, kematian yang entah kapan akan menjemput setiap individu yang hidup dimuka bumi ini. Seperti halnya bunga yang mekar ketika tiba saatnya layu ia akan berguguran kemudian terbang di terpa oleh angin, begitu pula matahari yang ketika malam menjelang ia akan pergi dan tidak lagi menyinari bumi, dan seperti embun pagi ketika mentari muncul ia akan menguap. Begitulah hakikat kehidupan yang sangat fana ini.
Oleh karena itu kita harus waspada dengan umur yang Allah titipkan pada kita, jangan sampai kita habiskan dengan kesia-siaan belakang. Akan tetapi dengan adanya umur yang Allah berikan hendaknya kita pergunakan untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan kita kelak di akhirat yang abadi dan kekal. Karena kehidupan dunia ini diciptakan untuk kehidupan akhirat.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خيرالناس من طال عمره وحسن عمله و شر الناس من طال عمره وساءت عمله
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang memiliki umur panjang dan baik amalnya, dan seburuk-buruk manusia adalah mereka yang berumur panjang dan buruk amal perbuatannya”(HR Ahmad, At-Timidzi, Ath-Thabrani, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Setelah mengetahui 5 ranjau kehidupan hendaklah masing-masing dari kita, terutama para tholabul ilm, para calon ulama dan calon-calon generasi pejuang islam memiliki rasa waspada dan memiliki tekat untuk dapat memanfaatkan dengan baik ranjau itu sebagai sarana menuju kehidupan akhirat, melewatinya dan menjadi pemenang dalam melewati ranjau-ranjau kehidupan sehingga kita dapat tertawa dan tersenyum bahagia kelak di kehidupan setelah kehidupan dunia yang fana ini. Ammin
Wallahua’lam
[1] Siswati Ummu Ahmad, Spirit Muslimah Sejati, penerbit Arofah, Solo, 2012
Ditulis oleh Rifna Naurtina, Mahasiswi STIQ Isy Karima
]]>