Dalam menjalani hidup, sudah selayaknya bagi seorang anak adam untuk mencermati sunnatullah. Karena barangsiapa yang semakin mendekati fitroh, maka akan semakin banyak yang ia dapatkan. Dengan ia mendekati fitroh, ia akan mendapatkan kebahagiaan, ketinggian drajat, kesehatan, dan seluruh kebahagiaan.
Begitu juga sebaliknya, manakala seorang anak adam semakin menjauh dari fitrohnya maka akan dapat dipastikan akan semakin banyak kesulitan yang menghadangnya. Ikan pun juga mengalami keadaan yang sama. Fitroh dari ikan adalah berada di air. Maka ia akan merasa kesusahan yang sangat saat ia menyalahi fitrohnya, yaitu ketika berada di daratan.
Sunnah Qauliyyah dan Sunnah Kauniyyah
Sunnah Qouliyyah ialah apa yang ada dalam kitab samawi, adapun Sunnah Kauniyyah adalah sunnah yang tersirat dalam keajaiban alam semesta. Dua-duanya tak bertentangan dan saling mendukung satu sama lain. Maka, saat seorang mengikuti Al-Qur’an, sebenarnya ia juga mengikuti Sunnah Kauniyah, karena Al-Qur’an selalu sesuai dengan semua kejadian di alam semesta. Banyak bukti yang baru terkuak di kemudian hari, setelah suatu hal disyari’atkan dalam Al-Qur’an.
Salah satu sunnah yang utama adalah karakter para Anbiya’, petunjuk bagi manusia bagaimana ia menyikapi sunnah kauniyah. Telah tertulis dalam sejarah, bahwa sebenarnya sunnah manusia adalah bersafar dan selalu berjalan. Dimulai dari zaman Nabi Adam dan Hawa, ketika harus berjalan untuk saling bertatap muka. Setelahnya, Nabi Ibrohim, Musa, Isa, dan Nabi-Nabi lainnya juga melintasi berbagai negeri dalam mendakwahkan keyakaninannya.
Fitroh berkelana juga dimiliki makhluk-Nya yang lain. Coba kita lihat ikan salmon. Ikan salmon lahir di perairan air tawar, bermigrasi ke lautan, lalu kembali ke air tawar untuk berproduksi. Penyu hijau juga demikian. Mereka harus bermigrasi ribuan mil di tengah samudra, hanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunan mereka.
Kaum Quraisy juga telah lama melakukan fitroh ini. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, kaum ini berdagang ke Yaman pada musin dingin, dan ke Syam pada musim panas. Begitulah fitroh manusia. Karena manusia yang tidak berkelana akan mudah terjajah. Para penjajah atau penakluk adalah generasi berkelana, sedangkan yang tidak berkelana bagaikan katak dalam tempurung. Rasulullah shalallahu ‘alihi wassalam juga pernah hijrah, berpindah dari negeri beliau untuk menyelamtkan agama Islam ini.
Begitu juga ada banyak ayat Al-Qu’an yang menunjukan tentang safar, salah satunya adalah kalam Allah di surat Al-Mu’min ayat 21 :
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ كَانُوا مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا هُمْ أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَآثَارًا فِي الْأَرْضِ فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesusahan orang-orang sebelum mereka. mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allah mengazab merka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari Azab Allah.”
Dalam kitab Shofahat fi Juhudil Ula fi Tholabil Ilmi saat membahas masalah safar, disebutkan bahwa menuntut ilmu dengan berkelana akan berbeda hasilnya dengan menuntut ilmu tanpa berkelana. Menuntut ilmu dengan berkelana akan lebih barakah dari pada menuntut ilmu tanpa berkelana.
Manfaat Safar
“Taghorob ‘anil awtan fie tholabi ula wa saafir fafil safari khamsu fawaaidi”.
Keluarlah dari negeri mu untuk mencapai ketinggian derajat dan berkelanalah, karena di dalamnya ada 5 manfaat.
1. Tafarrujul Hamm
Salah satu manfaat dari safar adalah menghilangkan kesedihan. Karena orang yang berpergian akan banyak study banding. Masalah hidupya akan banyak ditemukan di tempat tujuannya. Ia akan mempelajari banyak hal. Dengan melakukan study banding, kesalahan akan dihindari. Ia tidak mudah sedih karena apa yang ia lihat pasti sesuatu yang baik. Optimis pun meningkat karena ia kan selalu berusaha husnusdzan dalam hidupnya.
2. Iqtisab ma’isyah
Dengan bersafar, seseorang akan dipermudah rezekinya. Saudara kita di Malaysia, walau hanya menjadi TKI tapi gaji yang didapatkan lebih besar dari kita. Begitu juga saudara kita sesama orang Jawa. Sebelum mereka bertransmigrasi, mungkin mereka hanyalah orang biasa. Tetapi, banyak dari mereka yang menjadi orang kaya setelahnya.
Dengan bersafar, akan meningkatkan tingkat kemandirian dan kreativitas seseorang. Karena di tempat rantauan tidak ada yang bisa menjadi tempat bergantung.
3. Ilmu
Orang yang pergi pasti mendapat ilmu, karena banyak yang bisa dilihat dan diamati. Belajar dengan merantau lebih banyak keberkahannya. Para ulama salaf juga para penjelajah ulung. Mereka merantau, untuk menemui banyak guru. Semakin banyak guru yang mereka temui, semakin banyak ilmu yang didapat.
4. Adab
Orang yang merantau kemungkinan akan terpengaruh budaya perantauannya. Mereka yang hijrah ke Barat, akan mengikuti budaya bebas Barat. Berbeda dengan orang yang merantau ke daerah Timur Tengah, kemungkinan besar mereka akan lebih ‘Islami’. Semakin banyak ia merantau, semakin tinggi pula adab yang dimilki.
5. Suhbatu maa jibtihi
Yang terakhir adalah mempunyai banyak relasi. Ya, semakin banyak seseorang bersafar,semakin banyak pula teman dan sahabat yang ia dapatkan. Dengan bersafar, ia akan mendapatkan teman sejati. Ia akan mengenal banyak orang di berbagai daerah, dengan berbagai adat dan kebudayaan. Dengan semua hal itu, kedewasaan serta wawasan juga semakin bertambah. Ia akan semakin arif dalam bergaul dengan manusia.
Saat seseorang telah mendapatkan 5 hal ini, sesungguhnya kesuksesan telah diperoleh. Kebahagiaan, kekayaan, ilmu yang tinggi serta mempunyai banyak relasi. Siapakah yang tidak menginginkannya? Maka bersafarlah, dan jadilah pemenang dunia akhirat.
Oleh Ustadz Syihabuddin Abdul Mu’iz al-Hafizh, Mudir Ma’had Tahfizhul Qur’an Isy Karima
]]>