Kita semua tahu bahwa para penghafal Qur’an adalah orang-orang pilihan Allah. Dan Allah telah mengkhususkan mereka untuk menjadi keluarga Allah, “Ahlullah wa Khooshotuhu”. Namun bagaimana jika mereka -para pembawa al-Qur’an- mengalami saat-saat down dalam hidupnya? Bagaimana jika mereka sedang mengalami masa futur iman? Bukankah al imaanu yaziidu wa yanqush? Yaziidu bi ath thoah wa yanqushu bil ma’shiyah.
Akhir-akhir ini di kalangan remaja sedang marak kata-kata yang menggambarkan suasana hati. Entah siapa yang memulainya, sepertinya kata-kata tersebut ampuh untuk digunakan sebagai gambaran hati yang sedang futur. Galau. Di manapun, siapapun, dan kapanpun pasti ada kata itu. Facebook contohnya. Setiap menit pasti ada yang ngupdate status “galau”. Anak-anak kecil yang bermain pun tak lepas dari kata itu. Hatta ibu-ibu pelanggan sayur keliling mengenalnya.
Masya Allah…
Sudah menjadi sunnah kehidupan bahwa kita berada dalam kondisi hati yang berbeda-beda setiap waktu. Tak salah pula jika seseorang berada dalam keadaan futur. Begitu pula dengan para penghafal Qur’an, orang-orang pilihan Allah. Mereka juga manusia yang hatinya sangat mudah berubah-ubah. Walaupun mereka selalu berada bersama al-Qur’an, namun mereka juga mempunyai nafsu yang mengajak kepada kemaksiatan. Di sekitarnya pun ada setan-setan yang selalu menggoda untuk menjauhi al-Qur’an. Mereka juga bisa galau.
Salah satu penyebab galau adalah mengingat masa lalu. Mengingat masa lalu akan membawa kita kepada kebodohan dan ketakberdayaan. Jika kita bersedih atas apa yang telah terjadi pada masa lalu kita, tak akan mampu mengembalikan apa yang telah berlalu. Bersedih boleh, asal jangan meratapi. Cukup dijadikan pelajaran, tidak mengulangi lagi dan mohon ampun atas apa yang telah kita perbuat.
Tak sepantasnya sebagai seorang muslim –penghafal Qur’an khususnya- mengumbar-umbar kesedihan dan kegalauan kita entah di dunia maya atau di dunia nyata. Cukup kita dan Sang Khaliq saja yang tahu. Berdo’a dan curhat padaNya akan jauh lebih baik dari pada kita nyetatus galau di beranda facebook atau tempat-tempat umum lainnya.
Akan lebih baik jika kita mengalihkan kegalauan kita dengan membaca al-Qur’an. Allah berkalam dalam kitabNya, Fiihi syifaa’un linnaas. Al-Qur’an adalah penyembuh bagi kita semua. Dan galau, termasuk penyakit hati. Ia akan sembuh jika kita mengobatinya dengan obat yang benar, insya Allah.
Tak masalah sesekali kita melihat ke belakang, memetik pelajaran dari apa yang telah kita kerjakan. Tapi tak harus dengan menyesalinya. Mengungkit masa lalu tak akan membuat yang buruk menjadi sesuatu yang baik. Amalan kita yang sekaranglah yang dapat menutupi kekurangan atau kejelekan kita di masa lalu itu. Tatap masa depan kita dengan wajah terangkat penuh keoptimisan. Ingat, masa lalu boleh kelam, tapi masa depan harus cemerlang.
Sebenarnya, yang membuat kita bahagia atau sedih adalah diri kita sendiri. Faman rodhiya fahuwa yarddho, wa man sakhitha fahuwa yaskhuth. Kita adalah yang memahami diri kita sendiri, bukan orang lain. So, jangan terlalu terbebani dengan keberadaan masa lalu –yang mungkin cukup kelam- kita. Hadapi hidup yang dijalani sekarang dengan optimis dan percaya diri. Karena air akan selalu mengalir ke depan, angin berhembus ke depan, dan kafilah pun akan selalu berjalan ke depan. Jangan pernah menyalahi sunnah kehidupan.
Yaa Muqollibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘ala diinik..
Wallahu a’lam bish shawab.
]]>