JALUR GAZA, Rabu (Electronic Intifada {dirangkum dari tulisan Charlotte Silver, seorang jurnalis independen di San Francisco}):
Tim pencari fakta internasional dan independen melaporkan fakta mengerikan dari agresi Zionis selama 51 hari di Jalur Gaza, musim panas tahun lalu.
Militer Zionis menembaki pawai massal warga sipil yang membawa bendera putih dan berteriak, “Damai, damai!” Ketika itu warga mencoba keluar dari desa Khuza’a di selatan Gaza, yang telah dikepung selama tiga hari. Militer juga memaksa mereka kembali masuk ke desa.
Mereka yang terjebak di desa mencoba bekerja sama dengan Komite Palang Merah Internasional untuk melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman. Namun, Zionis tetap menembaki mereka.
Itu merupakan salah satu dari banyak fakta yang ditemukan tim pencari fakta internasional dan independen saat masuk ke Jalur Gaza. Mereka berada di Jalur Gaza sejak gencatan senjata 26 Agustus lalu, yang mengakhiri 51 hari penyerangan tanpa henti.
Pekan lalu para aktivis tersebut menerbitkan “No Safe Place” (Tidak Ada Tempat yang Aman), sebuah laporan setebal dua ratus halaman hasil dari penyelidikan forensik mereka. Tujuan misi ini adalah untuk menilai jenis, penyebab, pola cedera dan kematian sekaligus mengumpulkan semua bukti untuk digunakan dalam peradilan lokal dan internasional.
Penyelidikan tersebut memberikan perhatian khusus pada pengepungan di Khuza’a. Mereka meneliti secara detail tentang upaya warga melarikan diri dari tembakan Zionis, penggunaan orang sebagai perisai manusia oleh tentara Zionis, pembunuhan penduduk sipil dari jarak dekat, serta pengabaian anak yang terluka parah secara sengaja. Banyak korban terluka parah dalam empat hari pemboman desa tersebut dan terdapat 12 kasus kematian yang tidak biasa. Namun, total jumlah korban pembantaian di desa tersebut masih belum diketahui secara pasti.
Laporan ini juga menjabarkan bahwa sebagian besar dari korban tewas dalam keadaan hancur. Sebagian besar ditemukan di rumah mereka dan sebagian lagi ditemukan bersanding dengan keluarga mereka yang lain. Paling tidak, lebih dari 142 keluarga kehilangan tiga anggota keluarga dalam sekali serangan. Jumlah korban baru-baru ini diperkirakan mencapai 2.257 sampai 2.310 orang.
Menurut para dokter dari Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan, tim investigasi terdiri dari para ahli internasional di bidang patologi forensik, pengobatan darurat, pediatri dan kesehatan, serta hak asasi manusia.
Tim pencari fakta mewawancarai 68 pasien yang terluka dan mengulas 370 gambar digital dan rekaman dari mereka yang tewas, termasuk transkrip wawancara dengan warga sipil yang terluka. Laporan ini menyimpulkan bahwa bukti menunjukkan beberapa pelanggaran berat hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional.
Setiap Sudut Gaza Adalah Medan Perang
Laporan ini kembali menegaskan bahwa Zionis melakukan pemboman brutal di banyak titik di Jalur Gaza. Meskipun dalam beberapa kasus militer Zionis menjatuhkan selebaran “peringatan serangan”, namun sama saja. Karena, dalam selebaran tersebut tidak dijelaskan waktu dan tempat penyerangan. Tentara sangat mungkin menargetkan akses jalan keluar, ambulans yang membawa orang terluka, dan orang yang berusaha untuk melarikan diri.
Rumah Sakit Kewalahan
Tim pencari fakta juga menemukan bahwa tingkat cedera dan kematian warga melebihi kapasitas rumah sakit di Jalur Gaza. Pengrusakan fasilitas medis juga membuat tenaga medis mengobati pasien secara tidak maksimal. Dokter menyatakan, mereka harus mengambil solusi cepat sehingga terpaksa tidak menggunakan sarung tangan steril atau kasa steril, serta menggunakan bahan jahitan seadanya. Beberapa pasien melaporkan bahwa mereka menemukan belatung di luka mereka setelah meninggalkan rumah sakit.
Bagi mereka yang membutuhkan rehabilitasi justru menghadapi kenyataan lebih buruk. Satu-satunya rumah sakit rehabilitasi publik di Gaza, Al-Wafa, benar-benar hancur dalam perang musim panas lalu. Sebenarnya ada fasilitas rehabilitasi medis swasta atau non-pemerintah lainnya, namun kurang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada warga. Pasalnya, banyak lembaga internasional menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah Hamas.
Trauma Psikologis
Mayoritas 68 pasien yang diwawancarai tim pencari fakta ternyata menderita insomnia, kilas balik tragedi, mimpi buruk, berteriak, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, depresi dan emosi tidak stabil. Dokter dan perawat mengatakan bahwa trauma yang mereka lihat bukan hanya dari serangan, perpindahan, ancaman kehilangan pekerjaan dan kemiskinan, tetapi perasaan terkurung dari seluruh dunia. Mereka yang diwawancarai mengatakan bahwa situasi mengerikan Gaza memengaruhi pilihan hidup setiap orang, seperti pilihan untuk tidak menikah dan memiliki anak.
Serang Paramedis
Yousef al-Kahlout (32), seorang dokter dari Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan, taktik serangan Zionis musim panas lalu lebih berbahaya dibanding perang-perang sebelumnya. Zionis memberondong ambulans dengan peluru. Mereka menggunakan double tapping, yakni metode penyerangan terhadap satu target yang ditembaki beruntun dalam sekali serang.
Laporan tersebut menambahkan bahwa militer Zionis sering menolak untuk bekerja sama dengan Komite Palang Merah Internasional untuk mengizinkan petugas medis lokal masuk ke suatu daerah dan mengevakuasi korban. Kondisi tersebut memaksa petugas medis memasuki daerah berbahaya. Bahkan ketika militer Zionis akan berkoordinasi dengan Palang Merah agar mengizinkan staf Bulan Sabit Merah memasuki suatu daerah, petugas medis akan tetap diserang.
Bahan Peledak Kuat
Laporan tersebut juga mengungkapkan, sebagian besar korban luka berat dan tewas disebabkan oleh penggunaan bahan berdaya ledak kuat secara brutal dan dalam jumlah besar. Penduduk setempat menyebut salah satu senjata yang digunakan untuk menimbulkan kerusakan adalah “barel peledak”. Sementara oleh militer Zionis disebut “Tzefa Shirion” (Viper Armour).
Sebenarnya, peledak jenis ini dimaksudkan untuk membersihkan ranjau darat sehingga pasukan bisa bergerak maju. Namun, Zionis menggunakannya untuk menghancurkan dua wilayah di Gaza, yakni Khuza’a dan Khan Younis. Perangkat ini dapat digulung keluar dari tank atau dijatuhkan dari pesawat. Peledak ini juga memiliki pemicu yang dikendalikan oleh militer Zionis.
Tim pencari fakta juga menemukan bukti kuat penggunaan peluru “flechette”, yang secara brutal menyemprotkan ribuan anak panah kecil. Juga bukti yang menunjukkan penggunaan bahan peledak logam padat (DIME), yakni senjata uji coba yang sebelumnya digunakan Zionis pada serangan 2008-2009 di Gaza. Para dokter juga menemukan chip komputer dengan merek SONY tertanam dalam tubuh korban yang menyerupai pecahan peluru.* (Electronic Intifada | Sahabat Al-Aqsha/Bag)
Dikutip dari sahabatalaqsha.com
]]>