Jl. Raya Solo - Tawangmangu Jl. Pakel No.KM34, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

Wawancara Aljazeera dengan Dr Gilbert

ALJAZEERA: Dokter dan aktivis asal Norwegia, Dr. Mads Gilbert dilarang masuk ke Gaza oleh ‘Israel’ ketika dipanggil kembali untuk membantu Rumah Sakit Al-Shifa. Padahal, dokumennya lengkap. Gilbert mengatakan kepada Al Jazeera bahwa di pintu penyeberangan Erez, otoritas zionis menganggapnya sebagai “ancaman keamanan negara”. Setelah bertanya alasan pelarangan masuk, Gilbert malah diancam ditahan.

Berikut ini wawancara eksklusif Aljazeera dengan Gilbert tentang kejadian di perbatasan Gaza dan buruknya kondisi warga di Jalur Gaza:

AJ (Aljazeera): Apakah Anda mendapatkan catatan yang menjelaskan bahwa Anda dilarang untuk kembali ke Gaza?

MG: Tidak, sebenarnya, saya berada di Gaza Juni lalu selama tiga minggu dengan tanda tangan PBB. PBB juga telah menguruskan multiple entry visa untuk saya, yang saya ambil lewat tentara ‘Israel’. Visa tersebut berlaku sampai 11 November. Lalu saya masuk ke Gaza dan melakukan pekerjaan saya untuk PBB, tinggal di sana selama tiga minggu, menulis laporan, kemudian saya pulang ke rumah saya di Tromco, Norwegia. Saya sedang berada di helikopter ketika saya menerima telepon dari Gaza. Mereka meminta saya untuk kembali ke Gaza selama seminggu.  

Saya kembali ke Amman melalui Jembatan Allenby menuju Erez. Saya tunjukkan dokumen saya ke penjaga, kemudian dia berkata, “Anda tidak boleh masuk”. Saya katakan dokumen saya sudah lengkap dan penjaga berkata, “Tidak, kami memiliki masalah keamanan dengan Anda dan saya tidak bisa memberitahu apa masalahnya”.

Lalu saya telepon komandan tugas yang berada di Erez dan dia memotong pembicaraan saya, lalu berkata, “Kami mendapat perintah dari atasan dan kami punya masalah keamanan dengan Anda”. Lalu saya meminta kejelasan apa masalah saya dan dia menjawab, “Ini bukan urusan Anda dan jika Anda masih keras kepala saya akan panggil polisi dan menahan Anda”.

Kemudian saya telepon duta besar saya di Tel Aviv. Urusan diplomatik saya melalui mereka dan menteri urusan luar negeri saya menelepon mereka dan mereka menjawab, “Tidak ada jalan bagi dia (Mads Gilbert) untuk masuk”.

Lalu saya kembali ke Norwegia dan pemerintah Norwegia, menteri urusan luar negeri saya, secara resmi ingin tahu dan bertanya mengapa mereka hanya menindaklanjuti isu keamanan dari Shin Bet Mossad.

Yang menarik, kementerian urusan luar negeri saya memprotes penolakan masuk secara resmi ini. Mereka sudah meminta ‘Israel’ untuk mengubah penolakan tersebut. Karena, bagaimana mungkin mereka melarang masuk duta kemanusiaan PBB untuk membantu warga Palestina yang sedang kesulitan membutuhkan tenaga kesehatan?

AJ: Menurut Anda, apa yang membuat mereka melarang Anda masuk?

MG: Saya rasa karena saya seorang dokter kulit putih, bermata biru dan berambut putih, menyampaikan berita yang sebenarnya tentang hasil akhir yang memilukan dari penyerangan ‘Israel’. Laporan saya membuat warga Palestina yang dicap sebagai teroris menjadi manusia biasa. Jumlah kematian yang awalnya hanya segelintir menjadi sekumpulan orang dan cerita tentang anak kecil, seperti anak saya dan anak Anda.

Saya menulis artikel dan melakukan penelitian, lalu diterbitkan di The Lancet. Kemudian, saya menulis buku yang secara naratif “berbahaya” bagi ‘Israel’. Dengan kata lain, tulisan saya menyinggung ‘Israel’ sebagai penjahatnya.

Saya tidak pernah melakukan kesalahan. Saya tidak pernah ditangkap ‘Israel’, tidak pernah berbohong kepada mereka, dan saya selalu mengikuti aturan. Apakah saya melakukan kontak dengan Hamas? Tentu saja, tentu saya berhubungan dengan pemerintahan setempat, yang terpilih pada tahun 2006. Ketika saya melakukan misi kesehatan, di Burma atau Kamboja, saya melapor ke pihak pemerintah setempat, dalam hal ini di Gaza adalah kementerian kesehatan.

AJ: Bagi dunia luar dan peneliti, apa yang tidak mereka tahu tentang Gaza?

MG: Mereka tidak tahu kehidupan beberapa juta orang yang telah dikepung selama tujuh tahun dengan rata-rata penduduk Gaza berumur 17 dan enam tahun. Terdapat sekitar 1,2 juta anak-anak dan kaum muda yang direnggut haknya untuk tidak dibom, untuk terbang dengan pesawat karena mereka tidak bisa keluar Gaza.

Hak mereka untuk bepergian, hak untuk sarapan dan makan malam yang cukup, semua telah direnggut dengan mengepung mereka. Mereka tidak tahu betapa mengerikan luka-luka mereka, yang rakyat Gaza dan anak-anak mereka saksikan langsung.

Karena ini tersembunyi, tersembunyi dalam kabut hasbara (hasbara adalah bahasa Hebrew yang berarti penjelasan atau propaganda), dari mesin propaganda ‘Israel’ yang mengatakan: “Oh mereka hanya teroris, mereka bersembunyi di balik warga sipil dan mereka menembaki ‘Israel’.” Yang orang tidak tahu adalah ‘Israel’-lah yang menyerang Gaza. Lalu, Gaza dan warga Palestina yang lain berhak mengusir mereka (‘Israel’).

Warga yang terjajah berhak untuk mengusir mereka. Rakyat Gaza juga berhak mengusir dengan senjata. Jadi, jika Anda lihat jumlah roket Gaza ke ‘Israel’ dan jumlah roket ‘Israel’ ke Gaza, sangat tidak seimbang.

Dari keseluruhan orang ‘Israel’ yang terbunuh, sekitar 95% tentara. Yakni, sekitar 66 dari 74 orang yang terbunuh adalah tentara, empat warga sipil dan satu anak. Akan tetapi, dari warga Palestina ada sekitar 12.000 luka. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.500 adalah anak di bawah umur 18 tahun.

Ada 2.100 warga terbunuh, termasuk 521 anak-anak di bawah umur 18. Jadi, ini yang tidak diketahui orang banyak dan tertipu propaganda ‘Israel’. Kebanyakan propaganda ‘Israel’ melalui media. Jadi, kita harus menyampaikan kenyataan yang terjadi karena orang baik di seluruh dunia tidak akan menerima ini.

AJ: Apa yang Anda lakukan sekarang jika Anda tidak diperbolehkan masuk?

MG: Kami akan mencoba jalan lain. Kita harus sabar. Warga Gaza terus bersabar selama tujuh tahun (dalam kepungan). Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari mereka, yakni martabat, kehormatan, dan kesabaran mereka.

AJ: Pengalaman apa saja yang Anda rasakan di sana?

MG: Saya punya anak dan cucu, dan saya yakin Anda tidak ingin melihat hal ini di dunia yang sekarang ini. Sekarang semua orang berbicara tentang Boko Haram dan ISIS memenggal kepala. Saya melihat kepala anak terpenggal di Gaza, saya punya fotonya.

Saya tidak mau menunjukkan fotonya karena sangat tidak manusiawi, tapi tidak ada satu pun yang bilang bahwa ‘Israel’ pembunuh anak-anak. Hal ini selalu dialihkan ke orang lain yang dituduh teroris.

Inilah, yang kita lihat di Gaza, yang kita sebut negara teroris. Mereka itu mempertahankan diri melawan serangan penjajah. Bagaimana mungkin di dunia ini, seorang penjajah bertahan dari rakyat yang mereka jajah sendiri? Sangat tidak masuk akal.

AJ: Menurut Anda, solusi apa yang paling ideal?

MG: Sebagai seorang dokter, saya akan katakan jangan kirim perban, jangan kirim banyak obat dan jangan kirimkan peralatan medis. Hentikan pengeboman, sudahi pengepungan, perlakukan orang Palestina seperti manusia yang lain, lindungi mereka dengan hukum internasional dan temukan solusi politik damai untuk Palestina. Itulah obat pencegahan kekacauan yang terjadi.

]]>

More from the blog